Definisi Teknik Industri
Sebelum masuk pada peranan teknik
industri dalam perkembangan teknologi di masa modernisasi akan dijelaskan
terlebih dahulu pengertian dari teknik industri itu sendiri .
Teknik industri (dalam bahasa
Iggris, industrial engineering) adalah suatu teknik yang mencakup bidang
desain, perbaikan, dan pemasangan dari sistem integral yang terdiri dari manusia,
bahan-bahan, informasi, peralatan dan energi.
Hal ini digambarkan sebagai pengetahuan dan keterampilan yang
spesifik pada matematika, fisika, dan ilmu-ilmu
sosial bersama dengan prinsip dan metode dari analisis
keteknikan dan desain untuk mengkhususkan, memprediksi, dan mengevaluasi
hasil yang akan dicapai dari suatu sistem. Bidang garapan teknik industri
adalah sistem integral yang terdiri dari manusia,
material/bahan, informasi, peralatan, dan energi. Dasar
keilmuan teknik industri multidisiplin, karena teknik industri tidak hanya
bertumpu pada ilmu matematika dan fisika, tetapi juga ilmu sosial dan manajemen.
Teknik industri lahir sejak zaman
Pra Yunani kuno
Pada masa itu, manusia menggunakan batu dan tulang sebagai
peralatan kerjanya. Alat - alat yang digunakan mengalami perbaikan secara
berkala, sehingga meningkatkan produktivitas pada persoalan produksi.Hal
ini terjadi sampai pada saat ini. Teknik industri sebenarnya berakar kuat
pada masa revolusi industri. Revolusi industri telah
mengubah secara dramatis proses manufaktur dan
membantu lahirnya konsep – konsep ilmu
pengetahuan di kemudian hari.Inovasi teknologi yang
terjadi pada waktu itu ditujukan untuk membantu dalam mekanisasi beberapa operasional manual tradisional pada
industri tekstil.Beberapa
penemuan teknologi pada masa revolusi industri,yaitu penemuan mesin pintal yang
ditemukan oleh James Hargreaves (1765),
pengembangan water frame oleh Richard Arkweight (1769),
dan mesin uap oleh James Watt.
Awal mula Teknik Industri dapat
ditelusuri dari beberapa sumber berbeda. Frederick Winslow Taylor sering
ditetapkan sebagai Bapak Teknik Industri meskipun seluruh gagasannya
tidak asli. Beberapa risalah terdahulu mungkin telah memengaruhi
perkembangan Teknik Industri seperti risalah The Wealth of Nations karya Adam Smith,
dipublikasikan tahun 1776; Essay on Population karya Thomas
Malthus dipublikasikan tahun 1798; Principles of
Political Economy and Taxation karya David Ricardo,
dipublikasikan tahun 1817; dan Principles of
Political Economy karya John Stuart
Mill, dipublikasikan tahun 1848. Seluruh hasil karya
ini mengilhami penjelasan paham Liberal Klasik mengenai
kesuksesan dan keterbatas dari Revolusi
Industri. Adam Smith adalah ekonom yang terkenal
pada zamannya. "Economic Science"
adalah frasa untuk menggambarkan bidang ini di Inggris sebelum industrialisasi
America muncul .
Kontribusi penting lainnya dan mengilhami
Taylor adalah Charles W. Babbage.
Babbage adalah profesor ahli matematika di Cambridge University. Salah satu
kontribusi pentingnya adalah buku yang berjudul On the
Economy of Machinery and Manufacturers tahun 1832 yang
mendiskusikan banyak topik menyangkut manufaktur. Babbage mendiskusikan gagasan
tentang Kurva Belajar (Learning Curve), pembagian
tugas dan bagaimana proses pembelajaran dipengaruhi, dan efek belajar terhadap
peningkatan pemborosan. Dia juga sangat tertarik pada metode pengaturan
pemborosan. Charles Babbage adalah orang pertama yang menganjurkan membangun
komputer mekanis. Dia menyebutnya "analytical
calculating machine" , untuk tujuan memecahkan masalah
matematika yang kompleks.
Di Amerika Serikat selama akhir abad 19
telah terjadi perkembangan yang memengaruhi pembentukan Teknik Industri. Henry R.
Towne menekankan aspek ekonomi terhadap pekerjaan insinyur
yakni bagaimana seorang insinyur akan meningkatkan laba perusahaan? Towne
kemudian menjadi anggota American
Society of Mechanical Engineers (ASME) sebagaimana yang dilakukan beberapa
pendahulunya di bidang Teknik Industri. Towne menekankan perlunya mengembangkan
suatu bidang yang terfokus pada sistem manufactur. Dalam Industrial
Engineering Handbook dikatakan bahwa "ASME adalah tempat
berkembang biaknya Teknik Industri". Towne bersama Fredrick A. Halsey bekerja
mengembangkan dan memaparkan suatu Rencana Kerja untuk mengurangi pemborosan
kepada ASME. Tujuan Recana ini adalah meningkatkan produktivitas pekerja tanpa
berpengaruh negatif terhadap ongkos produksi. Rencana ini juga menganjurkan
bahwa sebagian keuntungan dapat dibagikan kepada pekerja dalam bentuk insentif.
Henry L. Gantt (juga
anggota ASME) menekankan pentingnya seleksi
karyawan dan pelatihannya. Dia, seperti juga Towne dan Halsey, memaparkan paper
dengan topik-topik seperti biaya, seleksi karyawan, pelatihan, skema insentif,
dan penjadwalan kerja. Dia adalah pencipta Diagram Gantt (Gantt chart), yang saat
ini merupakan diagram yang sangat populer digunakan dalam penjadwalan kerja.
Sampai sekarang Gantt chart digunakan
dalam bidang statistik untuk membuat prediksi yang akurat. Jenis diagram
lainnya telah dikembangkan untuk tujuan penjadwalan seperti Program
Evaluation and Review Technique (PERT) dan Critical Path Mapping (CPM).
Sejarah Teknik Industri tidak lengkap
tanpa menyebut Frederick Winslow Taylor. Taylor mungkin
adalah pelopor Teknik Industri yang paling terkenal. Dia mempresentasikan
gagasan mengenai pengorganisasian pekerjaan dengan menggunakan manajemen kepada
seluruh anggota ASME. Dia menciptakan istilah "Scientific
Management" untuk menggambarkan metode yang dia bangun
melalui studi empiris. Kegiatannya, seperti yang lainnya, meliputi topik-topik
seperti pengorganisasian pekerjaan dengan manajemen, seleksi pekerja,
pelatihan, dan kompensasi tambahan bagi seluruh individu yang memenuhi standar
yang dibuat perusahaan. Scientific Management memiliki
efek yang besar terhadap Revolusi
Industri, baik di Amerika maupun
di luar negara Amerika.
Keluarga Gilbreth diakui akan
pengembangan terhadap Studi Waktu dan Gerak (Time and
Motion Studies). Frank Bunker Gilbreth dan
istrinya Dr. Lillian M. Gilbreth melakukan
penelitian mengenai Pemahaman Kelelahan (Fatigue), Skill Development, Studi Gerak (Motion Studies), dan Studi Waktu (Time Studies). Lillian
Gilbreth memeliki gelasr Ph.D. dalam bidang Psikologi yang
membantunya dalam memahami masalah-masalah manusia. Keluarga Gilbreth meyakini
bahwa terdapat satu cara terbaik ("one best way") untuk melakukan
pekerjaan. Salah satu pemikiran mereka yang siginifikan adalah
pengklasifikasian gerakan dasar manusia ke dalam 17 macam, di mana ada gerakan
yang efektif dan ada yang tidak efektif. Mereka menamakannya Tabel
Klasifikasi Therbligs (ejaan terbalik dari kata Gilbreth).
Gilbreth menyimpulkan bahwa waktu untuk menyelesaikan gerakan yang efektif
(effective therblig) lebih singkat tetapi sulit untuk dikurangi, demikian
sebaliknya dengan non-effective therbligs. Gilbreth mengklaim bahwa setiap
bentuk pekerjaan dapat dipisah-pisah ke dalam bentuk pekerjaan yang lebih
sederhana.
Saat Amerika
Serikat menghadapi Perang Dunia
II, secara diam-diam pemerintah mendaftarkan para ilmuwan untuk
meneliti perencanaan, metode produksi, dan logistik dalam perang. Para ilmuwan
ini mengembangkan sejumlah teknik untuk pemodelan dan memprediksi solusi
optimal. Lebih lanjut saat informasi ini terbongkar. lahirlah Operation Research. Banyak
hasil penelitian yang masih sangat teoretis dan pemahaman bagaimana
menggunakannya dalam dunia nyata tidak ada. Hal inilah yang menyebabkan jurang
antara kelompok Operation Research (OR)
dan profesi insinyur terlalu lebar. hanya sedikit perusahaan yang dengan sigap
membentuk departemen Operation Research dan mengkapitalisasikannya.
Pada 1948 sebuah komunitas
baru, American
Institute for Industrial Engineers (AIIE), dibuka untuk pertama kalinya. Pada
masa ini Teknik Industri benar-benar tidak mendapat tempat yang khusus dalam
struktur perusahaan. Selama tahun 1960 dan sesudahnya,
beberapa perguruan tinggi mulai mengadopsi teknik-teknik operation research dan
menambahkannya pada kurikulum Teknik Industri. Sekarang untuk pertama kalinya
metode-metode Teknik Industri disandarkan pada fondasi analisis, termasuk
metode empiris terdahulu lainnya. Pengembangan baru terhadap optimisasi dalam
matematika sebagaimana metode baru dalam analisis statistik membantu dalam
mengisi lubang kosong bidang Teknik Industri dengan pendekatan teoretis.
Kemudian, permasalahan Teknik Industri
menjadi begitu besar dan kompleks pada dan saat komputer digital berkembang.
Dengan komputer digital dan kemampuannya menyimpan data dalam jumlah besar,
insinyur Teknik Industri memiliki alat baru untuk mengkalkulasi permasalahan
besar secara cepat. Sebelumnya komputasi pada suatu sistem memakan mingguan
bahkan bulanan, tetapi dengan komputer dan perkembangan sub-program
"sub-routines", perhitungan dapat dilakukan dalam hitungan menit dan
dengan mudah dapat diulangi terhadap kriteria problem yang baru. Dengan
kemampuannya menyimpan data, hasil perhitungan pada sistem sebelumnya dapat
disimpan dan dibandingkan dengan informasi baru. Data-data ini membuat Teknik
Industri menjadi cara yang kuat dalam mempelajari sistem produksi dan reaskinya
bila terjadi perubahan.
Program pendidikan
Program studi teknik industri berdiri
pada tahun 1908 di Pennysilvania
State University dengan Profesor Diemer sebagai kepala program. Dia
dikontrak oleh Pennysilvania University untuk mengajar sebuah
pendekatan teknik mesin atas rekomendasi F.W.Taylor,
yang kemudian disusun kurikulum teknik industri secara terpisah dengan teknik
mesin. Pendidikan teknik industri di Indonesia diperkenalkan
oleh Mathias Aroef pada tahun 1958, seorang dosen ITB yang pernah
menyelesaikan studinya di Cornell University. tahun 1960, ITB membuka sub
jurusan teknik produksi di jurusan teknik mesin, sebagai awal berdirinya teknik
industri.
Tokoh
Pengembangan teknik industri tidak
terlepas dari pengembangan kosep-konsep yang ditujukan untuk mencari proses
kerja yang efektif dan efisien dari aspek manusia dan metode kerja. Konsep-konsep
tersebut dikemukakan oleh beberapa ilmuwan yang telah berjasa dalam pengembangan
bidang industri.
Adam Smith dalam
bukunya The Wealth of Nations, mengemukakan konsep perancangan produksi
untuk meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga–tenaga kerja, yang
menekankan pentingnya spesialisasi.
Charles
Babbage dalam bukunya On Economy of Machinery and
Manufacturers, mengemukakan perlunya pembagian kerja untuk meningkatkan
produktivitas dalam suatu industri.
Henry Towne dalam
bukunya The Engineers as Economist, mengemukakan pentingnya peran
para insinyur dalam
memperhatikan unsur profitabilitas dari keputusan yang diambil dalam melakukan
proses produksi.
Frederic W.Taylor dikenal
sebagai Bapak Teknik Industri, karena dia merupakan ilmuwan yang mencetuskan
tentang konsep teknik industri. Dia mengemukakan hal-hal yang menyangkut
perancangan, pengukuran, perencanaan, penjadwalan maupun pengendalian kerja
dalam proses kerja keilmuan teknik industri.
Frank B. Gilbreth,
mengemukakan mengenai pentingnya pengaturan dalam merancang, tata cara, dan
prosedur kerja secara sederhana suatu industri, sehingga memperoleh cara kerja
yang efisien dan efektif.
Henry Gantt,
memfokuskan teknik industri pada konsep studi pekerjaan dengan pendekatan
penyederhanaan kerja.
Bidang keahlian
Di beberapa perguruan tinggi di
Indonesia, ilmu Teknik Industri diklasifikasikan ke dalam tiga bidang keahlian,
yaitu Sistem Manufaktur, Manajemen Industri, dan Sistem Industri dan Tekno
Ekonomi.
1.
Sistem
Manufaktur
Sistem Manufaktur adalah sebuah sistem
yang memanfaatkan pendekatan teknik industri untuk peningkatan kualitas, produktivitas,
dan efisiensi
sistem integral yang terdiri dari manusia, mesin, material,
energi, dan informasi melalui proses perancangan, perencanaan, pengoperasian,
pengendalian, pemeliharaan, dan perbaikan dengan menjaga keselarasan aspek
manusia dan lingkungan kerjanya. Jenis bidang keilmuan yang dipelajari dalam
Sistem Manufaktur ini antara lain adalah Sistem Produksi, Perencanaan
dan Pengendalian Produksi, Pemodelan Sistem, Perancangan
Tata Letak Pabrik, dan Ergonomi.
2.
Manajemen
Industri
Bidang keahlian Manajemen Industri adalah
bidang keahlian yang memanfaatkan pendekatan teknik industri untuk penciptaan
dan peningkatan nilai sistem usaha melalui
fungsi dan proses manajemen dengan bertumpu pada keunggulan sumber daya insani
dalam menghadapi lingkungan usaha yang dinamis. Jenis bidang keilmuan yang
dipelajari dalam Manajemen Industri antara lain adalah Manajemen Keuangan, Manajemen Kualitas, Manajemen Inovasi, Manajemen Sumber Daya Manusia, Manajemen Pemasaran, Manajemen Keputusan dan Ekonomi Teknik.
3.
Sistem
Industri dan Tekno Ekonomi
Bidang keahlian Sistem Industri dan
Tekno-Ekonomi adalah bidang keahlian yang memanfaatkan pendekatan teknik
industri untuk peningkatan daya saing sistem integral yang terdiri atas tenaga kerja, bahan baku, energi, informasi, teknologi,
dan infrastruktur yang berinteraksi dengan
komunitas bisnis, masyarakat, dan pemerintah. Bidang keilmuan yang dipelajari
di dalam Sistem Industri dan Tekno Ekonomi antara lain adalah Statistika Industri, Sistem Logistik, Logika Pemrograman, Operational Research,
dan Sistem Basis Data
Peran
Teknik industri terintegrasi dalam 4
sistem yaitu manusia, material, peralatan dan energi. Hal ini menunjukkan
semua sistem yang harus memproduksi atau meningkatkan nilai tambah, baik berupa
barang maupun jasa. Oleh karena itu, seorang teknik industri mempunyai
peranan yang sangat penting dalam mengolah 4 sistem tersebut. Peran-peran
seorang teknik industri adalah:
1.
Merancang
Merancang menunjukkan kemampuan kreatif
mengkombinasikan pengetahuan yang telah dimiliki ke dalam sebuah rancangan
sistem. Sistem ini dapat berupa pula merancangan sistem solusi, yaitu rancangan
solusi yang multidisiplin, multiapproach dan multidimensi. Itulah sebabnya
banyak lulusan teknik industri yang bekerja pada bidang konsultasi.
2.
Meningkatkan
Meningkatkan dapat diartikan sebagai
manajemen. Pakar manajemen mengatakan bahwa terdapat perbedaan antara
administrasi dan manajemen. Administrasi berorientasi untuk mengerjakan hal
yang sama terus menerus secara tepat dan teratur, sedangkan manajemen bermakna
ada peningkatan yang harus dilakukan. Berdasarkan definisi ini tentunya
manajemen menunjukkan kemampuan untuk melakukan pemecahan masalah, karena inti
dari peningkatan adalah kemampuan memecahkan masalah. Sistem ini mencakup
kemampuan analisa, kemampuan manajemen proyek, berpikir secara sistematis,
sehingga berguna dalam memecahkan masalah.
3.
Menginstalasi
Menginstalasi menunjukkan kemampuan untuk
melakukan pendefinisian langkah-langkah yang dibutuhkan untuk melakukan
instalasi terhadap rancangan sistem. Menginstalasi memaksa seorang teknik
industri untuk berpikir jauh kedepan dalam merancang dan meningkatkan sistem.
Dalam 7 kebiasaan manusia efektif, konsep ini dikenal sebagai mulailah dari
hasil akhir yang diinginkan (Begin With the End in Mind). Konsep ini
merupakan perancangan yang sudah memasukkan unsur kemudahan pemeliharaan,
pembuatan, bahkan pengontrolan kualitas sehingga produk dapat lebih cepat
diterima oleh pasar dalam
kualitas optimal.
Ilmu dasar
Teknik
Industri mempunyai dasar keilmuan.Dasar ilmu tersebut adalah:
Method engineering adalah studi yang
mempelajari secara sistematis seluruh operasi langsung maupun tidak langsung
untuk mendapatkan perbaikan - perbaikan sistem kerja, agar pekerjaan mudah
dilakukan dan dalam waktu yang singkat.
Ergonomi adalah
ilmu yang mempelajari tentang keterkaitan antara orang dengan lingkungan
kerjanya, terutama dengan hasil rancangan kerja.
Perencanaan dan perancangan fasilitas
meliputi penentuan lokasi fasilitas, susunan tata letak fasilitas, dan seberapa
besar fasilitas yang akan ditempatkan.
Simulasi diperlukan untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang sangat sulit dilakukan dengan cara analitis. Dalam hal ini
penggunaan komputer sangat diperlukan, sehingga perhitungan dapat
berjalan dengan cepat dan menghasilkan penyelesaian yang cukup akurat.
Material handling merupakan
perpindahan material atau bahan dari satu lokasi ke lokasi yang lain atau di
antara stasiun kerja.
Riset Operasional menjadi
dasar dalam penetuan pola-pola dasar penerbangan yang efisien, pola distribusi
barang, dan pola jaringan operasi elektronik.
Sistem Produksi merupakan
suatu aktivitas untuk mengolah penggunaan sumber daya yang ada dalam proses
penciptaan barang atau jasa dengan tujuan dapat memperbaiki tingkat efektivitas
dan efisiensi dari proses produksi.
Pengawasan Persediaan bertujuan
mengakomodasikan tingkat aliran persediaan yang tidak selalu sama.
Pengendalian Kualitas digunakan untuk
menganalisis kualitas produk atau jasa yang dihasilkan.
Manajemen
berfungsi untuk perencanaan, pengorganisasian, dan
fungsi pengawasan.
Latar Belakang peranan
Teknik Industri dalam perkembangan Teknologi di Masa Modernisasi
Sebagai sebuah disiplin kecabangan dari
ilmu keteknikan/teknologi secara formal orang mengenalinya sekitar pertengahan
tahun 1900-an, setelah sebelumnya orang mengenal terlebih dahulu beberapa
disiplin seperti Teknik Sipil, Teknik Mesin, Teknik Elektro, Teknik Kimia dan
berbagai macam derivasi disiplin-disiplin tersebut. Namun, agak berbeda dengan
disiplin keteknikan yang lain, orang seringkali menjumpai berbagai kesulitan
didalam mencoba mendefinisikan secara konkrit mengenai karakteristik, ciri
spesifik, maupun ruang lingkup yang berkaitan dengan fungsi maupun peran
disiplin Teknik Industri ini didalam menjawab tantangan dan persoalan di dunia
industri. Orang seringkali sulit sekali menempatkan disiplin Teknik Industri
ini didalam ranah habitat “engineering” yang begitu mengunggulkan kemampuan dan
kompetensi merancang --- bisa berupa rancangan produk ataupun rancangan proses
--- dengan berlandaskan analisa pendekatan kuantitatif dan serba eksak. Disisi
lain problematika industri yang dijumpai seringkali juga lebih cenderung begitu
kompleks, gampang berubah, penuh unsur ketidak-pastian, abstraktif dan sulit
untuk diramalkan dengan pendekatan obyektif; sehingga memerlukan penyelesaian
yang lebih bersifat sistemik, holistik, dan komprehensif-integral. Proses
pengambilan keputusan didalam menyelesaikan persoalan tidak lagi bisa dilakukan
secara parsial, sepotong-potong, dan linier; akan tetapi haruslah dilakukan
dengan pola pikir dan tindak lateral dengan segala macam pertimbangan yang
multi-dimensional, kualitatif dan terkadang memerlukan kepekaan intuitif .
Problematika industri tidaklah semata ditentukan oleh sub-sistem materi
(material sub-system) yang serba eksak, melainkan juga dipengaruhi lebih banyak
lagi oleh sub-sistem manusia (human sub-system) dengan perilaku yang lebih
sulit untuk diduga. Problematika industri selain akan tergantung pada faktor produksi pasif
(bahan baku, mesin, gedung, ataupun fasilitas produksi lainnya), juga akan
banyak dipengaruhi oleh faktor produksi aktif yaitu manusia (baik sebagai
individu maupun kelompok kerja) dengan segala macam perilakunya
(Wignjosoebroto, 1995).
Sebagai disiplin ilmu keteknikan yang
tergolong “baru”, profesi Teknik Industri lahir sejak ada persoalan produksi,
sejak manusia harus mewujudkan sesuatu untuk memenuhi keperluan hidupnya, dan
sejak manusia ada (Taroepratjeka, 1999). Kelahiran profesi Teknik Industri
memiliki akar kuat dari proses Revolusi Industri yang membawa
perubahan-perubahan didalam banyak hal. Awal perubahan yang paling menyolok
adalah dalam hal diketemukannya rancang bangun mesin uap (steam engine) oleh
James Watt yang mampu berperan sebagai sumber energi untuk berproduksi;
sehingga manusia tidak lagi tergantung pada energi ototi ataupun energi alam,
dan yang lebih meyakinkan lagi manusia bisa memanfaatkan sumber energi tersebut
dimanapun lokasi kegiatan produksi akan diselenggarakan. Perubahan lain yang
pantas untuk dicatat sebagai tonggak (milestone) kelahiran profesi Teknik
Industri adalah diterapkannya rekayasa tentang tata-cara kerja (methods
engineering) dan pengukuran kerja (work measurement) yang bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja. Langkah-langkah strategis yang
dikerjakan oleh Taylor, Gilbreths, Fayol, Gantt, Shewart, dan sebagainya telah
menghasilkan paradigma-paradigma baru yang beranjak dari struktur ekonomi
agraris menuju ke struktur ekonomi produksi/industri (Wignjosoebroto, 2000).
Sebenarnya apa-apa yang telah dilakukan
oleh Taylor, dkk itu bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri dan terlepas dari
apa-apa yang telah dikerjakan oleh oleh para pioneer T.Industri sebelumnya.
Bila istilah produksi maupun industri akan dipakai sebagai kata kunci yang
melatar- belakangi lahirnya profesi Teknik Industri; maka setidak-tidaknya
dalam hal ini Adam Smith (The Wealth of Nations, 1776) dan Charles Babbage (On
Economy of Machinery and Manufacturers, 1832) telah mengemukakan konsep
peningkatan produktivitas melalui efisiensi penggunaan tenaga kerja dan
pembagian kerja berdasarkan spesialisasi/keahlian. Fokus dari apa yang
diteliti, dikaji dan direkomendasikan oleh Smith maupun Babbage ini tampaknya
memberikan motivasi kuat bagi Frederick W.Taylor (The Principles of Scientific
Management, 1905) untuk menempatkan “engineer as economist” didalam perancangan
sistem produksi di industri, dimana konsep yang dikembangkan berkisar pada dua
tema pokok, yaitu (a) telaah mengenai “interfaces” manusia dan mesin dalam
sebuah sistem kerja, dan (b) analisa sistem produksi untuk memperbaiki serta
meningkatkan performans kerja yang ada. Apa-apa yang telah dilakukan oleh
Taylor --- atas segala jasa yang telah dilakukannya, Frederick W.Taylor ini
kemudian diberi gelar sebagai “the father of industrial engineering” --- dan
para pioneer keilmuan Teknik Industri lainnya (kebanyakan dari mereka memiliki
latar belakang insinyur) juga telah membuka cakrawala baru dalam pengembangan
dan penerapan sains-teknologi demi kemaslahatan manusia (Emerson and Naehring,
1988).
Dalam hal ini penerapan sains, teknologi
dan ilmu keteknikan (engineering) tidak harus selalu terlibat dalam
masalah-masalah yang terkait dengan persoalan perancangan perangkat keras (hardware)
berupa teknologi produk maupun teknologi proses saja; akan tetapi juga ikut
bertanggung-jawab didalam pengembangan perangkat teknologi lainnya (software,
organoware dan brainware). Kalau sebelumnya profesi insinyur lebih terpancang
pada peningkatan produktivitas melalui “sumber daya pasif” (material, mesin,
alat/fasilitas kerja), maka selanjutnya langkah yang dimulai oleh Taylor, dkk
ini akan menempatkan manusia sebagai “sumber daya aktif” yang harus dikelola
dengan sebaik-baiknya melalui kiat-kiat pengendalian manusia yang sungguh
sangat spesifik. Signifikansi faktor manusia yang harus dilibatkan dalam
perancangan teknologi produksi telah menempatkan rancangan sistem kerja yang
awalnya cenderung serba rasional-mekanistik menjadi tampak jauh lebih
manusiawi. Disini manusia tidak lagi dipandang sekedar sebagai faktor produksi
(tenaga kerja) seperti halnya material, mesin atau sumber daya produksi
lainnya, akan tetapi akan dilihat secara lebih utuh.
Sebagai sumber daya aktif, perilaku
manusia baik secara individu pada saat berinteraksi dengan mesin dalam sistem
manusia-mesin dan lingkungan fisik kerja, maupun pada saat berinteraksi dengan
sesama manusia lain dalam sebuah aktivitas kelompok kerja akan memberi pengaruh
signifikan dalam setiap upaya peningkatan produktivitas. Persoalan perancangan
tata-cara kerja di lini produksi nampak terus terarah pada upaya
mengimplementasikan konsep “human-centered engineered systems” untuk
perancangan teknologi produksi dengan melibatkan unsur manusia didalamnya.
Demikian juga sesuai dengan ruang lingkup industri yang pendefinisannya terus
melebar-luas --- dalam hal ini industri akan dilihat sebagai sebuah sistem
skala besar yang komprehensif-integral --- maka persoalan industri tidak lagi
cukup dibatasi oleh pemahaman tentang perancangan teknologi produk dan/atau
teknologi proses dalam ruang lingkup industri yang berskala mikro dan
berdimensi operasional saja; akan tetapi juga mencakup ke persoalan organisasi
dan manajemen industri dalam skala yang lebih luas, makro, kompleks dan
berdimensi strategis. Problem industri tidak lagi berada didalam
dinding-dinding industri yang rigid-terbatas, tetapi terus bergerak merambah
menuju ranah lingkungan luar sistem-nya. Solusi persoalan tidak lagi cukup
didekati dengan proses pengambilan keputusan yang bersifat sepotong-potong dan
parsial, melainkan memerlukan solusi-solusi yang berbasiskan pemahaman mengenai
konsep sistem, analisis sistem dan pendekatan sistem (Wignjosoebroto, 1997).
Fungsi dan Peran Strategis
Profesi Teknik Industri
Banyak
orang yang salah menginterpretasikan pengertian tentang Teknik Industri.
Istilah “industri” dalam berbagai kasus sering dilihat dalam kaca-mata sempit
sebagai “pabrik” yang banyak bergelut dengan aktivitas manufakturing. Meskipun
secara historis perkembangan profesi Teknik Industri berangkat dari disiplin
Teknik Mesin (produksi) dan terutama sekali sangat erat kaitannya dengan proses
manufakturing produk dalam sebuah proses transformasi fisik; disiplin Teknik
Industri telah berkembang luas dalam beberapa dekade terakhir ini (Kimbler,
1995). Sesuai dengan “nature”-nya, industri bisa diklasifikasikan secara luas
yaitu mulai dari industri yang menghasilkan produk-barang fisik (manufaktur)
sampai ke produk-jasa (service) yang non-fisik. Industri juga bisa kita
bentangkan dalam pola aliran hulu-hilir sampai ke skala kecil-menengah-besar.
Demikian juga problematika yang dihadapi oleh industri --- yang kemudian
menjadi fokus kajian disiplin Teknik Industri --- bisa terfokus dalam ruang
lingkup mikro (lantai produksi) dan terus melebar luas mengarah ke problematika
manajemen produksi (perencanaan, pengorganisasian, pengoperasian dan
pengendalian sistem produksi) yang harus memperhatikan sistem lingkungan (aspek
politik-sosial-ekonomi-budaya maupun hankam) dalam setiap langkah pengambilan
keputusan berdimensi strategik. Disiplin Teknik Industri melihat setiap persoalan
dengan metode pendekatan sistem dimana segala keputusan yang diambil juga
selalu didasarkan pada aspek teknis (engineering area) dan aspek non-teknis.
Wawasan “Tekno-Sosio-Ekonomi” akan mewarnai penyusunan kurikulum pendidikan
Teknik Industri dan merupakan karakteristik yang khas yang menggambarkan ciri
keunggulan serta membedakan disiplin ini dengan disiplin-disiplin keteknikan
yang lainnya.
Sebegitu luas ruang lingkup yang bisa
yang bisa digapai oleh profesi Teknik Industri seringkali membuat kesulitan
tersendiri didalam memberikan identitas yang jelas dan tegas mengenai apa yang
sebenarnya bisa dikerjakan oleh profesi ini. Untuk menghilangkan keragu-raguan
dan menyamakan persepsi maupun peran yang bisa dikerjakan oleh profesi Teknik
Industri ini, maka IIE (Institute of Industrial Engineers) telah
mendefinisikannya sebagai berikut :
“Industrial
engineering is concerned with the design, improvement and installation of
integrated system of people, information, equipment and energy. It draws upon
specialized knowledge and skills in the mathematical, physical and social
sciences together with the principles and methods of analysis and design to
specify, predict And evaluate the results to be obtained from such system”
Berdasarkan definisi yang telah
diformulasikan oleh IIE tersebut diatas, dapat dibuat sebuah kesimpulan bahwa
misi dan peran disiplin Teknik Industri pada hakekatnya bisa dikelompokkan
kedalam tiga topik yang selanjutnya bisa dipakai sebagai landasan utama
pengembangan disiplin ini; yaitu pertama, berkaitan erat dengan
permasalahan-permasalahan yang menyangkut dinamika aliran material yang terjadi
di lantai produksi. Disini akan menekankan pada prinsip-prinsip yang terjadi
pada saat proses transformasi --- seringkali juga disebut sebagai proses nilai
tambah --- dan aliran material yang berlangsung dalam sistem produksi yang
terus berkelanjutan sampai meningkat ke persoalan aliran distribusi dari produk
akhir (output) menuju ke konsumen. Topik kedua berkaitan dengan dinamika aliran
informasi. Persoalan pokok yang ditelaah dalam hal ini menyangkut aliran
informasi yang diperlukan dalam proses pengambilan keputusan manajemen
khususnya dalam skala operasional. Hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan
produksi agregat, pengendalian kualitas, dan berbagai macam problem manajemen
produksi/operasional akan merupakan kajian pokoknya. Selanjutnya topik ketiga cenderung
membawa disiplin Teknik Industri ini untuk bergerak kearah persoalan-persoalan
yang bersifat makro-strategis. Persoalan yang dihadapi sudah tidak lagi
bersangkut-paut dengan persoalan-persoalan yang timbul di lini aktivitas
produksi ataupun manajemen produksi melainkan terus melebar ke persoalan sistem
produksi/industri dan sistem lingkungan yang berpengaruh signifikan terhadap
industri itu sendiri. Topik ketiga ini cenderung membawa disiplin teknik
industri untuk menjauhi persoalan- persoalan teknis
(deterministik-fisik-kuantitatif) yang umum dijumpai di lini produksi (topik
pertama) dan lebih banyak bergelut dengan persoalan non-teknis
(stokastik-abstraktif-kualitatif). Berhadapan dengan problematika yang
kompleks, multi-variable dan/atau multi-dimensi; maka disiplin Teknik Industri
akan memerlukan dasar kuat (dalam bidang keilmuan matematika, fisika, maupun
social-ekonomi) untuk bisa memodelkan, mensimulasikan dan mengoptimasikan
persoalan-persoalan yang harus dicarikan solusinya.
Begitu luasnya ruang lingkup yang bisa
dirambah untuk mengaplikasikan keilmuan Teknik Industri jelas akan membawa
persoalan tersendiri bagi profesional Teknik Industri pada saat mereka harus
menjelaskan secara tepat “what should we do and where should we work” ?
Pertanyaan ini jelas tidak mudah untuk dijawab secara memuaskan oleh mereka
yang masih awam dengan keilmuan Teknik Industri. Kenyataan yang sering dihadapi
adalah bahwa seorang profesional Teknik Industri sering dijumpai berada dan “sukses”
bekerja dimana-mana mulai dari lini operasional sampai ke lini manajerial.
Seorang professional Teknik Industri seringkali membanggakan kompetensinya
dalam berbagai hal mulai dari proses perancangan produk, perancangan tata-cara
kerja sampai dengan mengembangkan konsep-konsep strategis untuk mengembangkan
kinerja industri. Seorang professional Teknik Industri akan bisa menunjukkan
cara bekerja yang lebih baik, lebih cerdik, lebih produktif, dan lebih
berkualitas. Seorang professional Teknik Industri bisa diharapkan sebagai “problem
solver” untuk membuat sistem produksi bisa dioperasikan dan dikendalikan secara
lebih efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien (ENASE). Untuk itu eliminasi
berbagai hal yang bersifat kontra-produktif seperti pemborosan waktu, uang,
material, enersi dan komoditas lainnya merupakan fokus utama yang harus
dikerjakan.
Untuk mengantisipasi problematika
industri yang semakin luas dan kompleks, maka disiplin Teknik Industri telah
menunjukkan banyak perubahan maupun penyesuaian dengan arah perkembangan yang
ada. Adanya kehendak untuk meningkatkan produktivitas, kualitas, dan disisi
lain harus diikuti pula dengan keinginan untuk menekan biaya produksi (costs
reduction program) serta waktu penyampaian barang (time delivery) secara tepat
waktu merupakan langkah-langkah strategis yang harus dipikirkan oleh profesi
Teknik Industri agar bisa meningkatkan daya saing perusahaan. Selain itu ruang
lingkup pasar tidak lagi harus bersaing di tingkat lokal (nasional) melainkan
mengarah ke tingkat persaingan pasar global. Perubahan tantangan yang dihadapi
oleh dunia industri jelas sekali juga akan membawa perubahan pada fungsi dan
peran yang harus bisa dimainkan oleh disiplin Teknik Industri (Istiyanto,
1987). Kalau pada awalnya profesi Teknik Industri secara tradisional mengurusi
persoalan-persoalan di tingkat pengendalian operasional (manajemen produksi)
seperti perancangan-perancangan tata-letak mesin, tata-cara kerja, sistem
manusia-mesin (ergonomi) dan penetapan standard-standard kerja; maka dalam
beberapa dekade terakhir ini profesi Teknik Industri lebih banyak dilibatkan
untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan perencanaan
strategis dan pengambilan keputusan pada tingkat manajemen puncak. Persoalan
yang dihadapi oleh profesi Teknik Industri tidak lagi dibatasi dalam skala
kecil (mikro) melainkan berkembang ke skala besar (makro). Sebagai contoh kalau
awalnya studi pengukuran kerja lebih difokuskan ke skala stasiun kerja sekedar
mendapatkan standard-standard (waktu, output ataupun upah) kerja untuk
merealisasikan konsep “the fair day’s pay for the fair day’s work”; maka peran
profesi Teknik Industri modern belakangan ini banyak diperlukan untuk melakukan
pengukuran produktivitas dan kinerja makro organisasi-perusahaan guna menilai
sehat tidak-nya kondisi industri tersebut.
Tantangan Global Dunia
Industri
Globalisasi bisa dipersepsikan
macam-macam tergantung dari sisi dan kepentingan apa orang melihatnya.
Globalisasi bisa diartikan sebagai ancaman terutama bagi mereka yang tidak siap
untuk menghadapi arus; akan tetapi juga bisa dipersepsikan sebagai peluang bagi
mereka yang mampu mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Globalisasi bisa
diartikan dengan semakin kompleks (complexity)-nya permasalahan dan
meningkatnya persaingan (competion) yang kemudian harus diikuti dengan
perubahan-perubahan (change) baik dalam organisasi maupun manajemen serta
sikap-mental sumber daya manusia yang mendukungnya (Manuaba, 2000). Bagi
industri arti globalisasi tidak sekedar merubah skala pasar maupun arus
distribusi barang, akan tetapi lebih jauh dari itu globalisasi akan memberikan
paradigma-paradigma baru yang harus diantisipasi dan diikuti kalau tidak ingin
gulung tikar. Industri yang dahulunya dioperasikan dengan konsep pemanfaatan
sumber-daya (material, energy, modal, manusia) yang terbatas --- untuk itu
sistem produksi harus dioperasikan secara efektif-efisien --- dalam era global
ini haruslah kemudian dikembangkan dengan penguasaan informasi (knowledge
based). Begitu juga sistem produksi yang dahulunya dikembangkan melalui konsep
produksi massal (mass production) dengan bertumpu pada beberapa standard
produk, cenderung kemudian “kembali” ke upaya memenuhi kepuasan kustomer (mass
customization) yang sangat beragam. Organisasi kerja yang beranjak dari
struktur hirarki-birokrasi yang menempatkan manusia sebagai pekerja (karyawan)
pabrik, selanjutnya bergeser maju berubah dalam pola struktur jaringan (network)
dimana manusia (dan juga organisasi) akan beraliansi dalam sebuah mata-rantai
kerja-sama dengan semangat “partnership”.
Tantangan global yang membawa dampak
kearah suasana persaingan “hidup-mati” yang begitu keras memaksa industri terus
menerus berupaya meningkatkan kemampuan daya saing-nya. Dalam hal peningkatan
daya saing, industri tidak saja harus mampu meningkatkan produktivitas
total-nya akan tetapi juga harus mampu meningkatkan kualitas, menekan biaya dan
memenuhi keinginan kustomer secara tepat waktu. Perubahan paradigma yang
terjadi baik di lini produksi/operasional (mikro) maupun lini strategis-makro
(manajemen puncak) haruslah bisa diantisipasi dan kemudian diadopsi secara
layak. Menghadapi situasi dan kondisi semacam ini diperlukan seorang manajer
industri yang menguasai benar metode/keilmuan Teknik Industri yang tidak saja
dipakai untuk memecahkan persoalan-persoalan yang bersifat teknis-operasional
(engineering design & process), akan tetapi juga yang bersifat non-teknis
(sosial-ekonomis) serta kiat-kiat untuk mengendalikan persoalan manusia (human
skill). Disisi lain juga diperlukan seorang manajer industri yang mampu
bertindak sebagai pemecah persoalan, pengendali perubahan dan peredam konflik
yang senantiasa dapat memformulasikan dan melahirkan konsep-konsep baru untuk
menghadapi segala kompleksitas dan ketidak-pastian yang terjadi.
Globalisasi jelas membawa banyak
tantangan, ancaman maupun peluang yang harus dihadapi oleh dunia industri dan
secara serta-merta akan langsung menjadi tanggung-jawab profesi Teknik
Industri. Tantangan global tidak bisa tidak menghadapkan dunia pendidikan
tinggi teknologi industri agar mampu mengikuti dan menangkap arah perkembangan
sains-teknologi yang melaju cepat seiring dengan tuntutan masyarakat (termasuk
industri) pemakai jasa pendidikan tinggi. Disini pendidikan tinggi haruslah
mampu mempersiapkan sumber-daya manusia yang berkualitas, dan memenuhi tuntutan
persyaratan maupun standard kompetensi kerja yang berdaya-laku internasional.
Dengan mengacu pada ABET-Engineering Criteria 2000, maka seorang profesional
Teknik Industri tidak saja harus menguasai kepakaran Teknik Industri; tetapi
juga harus memiliki wawasan, pemahaman, dan kemampuan seperti halnya (a)
kemampuan untuk bekerja dalam kelompok (organisasi), (b) pemahaman tentang
tanggung jawab sosial dan etika profesi, (c) kemampuan berkomunikasi baik lisan
maupun tulisan, (d) kesadaran lingkungan (alam maupun sosial), (e) kepekaan
tinggi terhadap berbagai persoalan yang dihadapi menyangkut berbagai macam isue
kontemporer, aktual maupun situasional dan (f) kemampuan berorganisasi,
manajemen dan leadership, dan sebagainya. Berdasarkan ABET Engineering Criteria
2000 tersebut, seorang profesional Teknik Industri tidak saja diharapkan akan
memiliki kemampuan akademis dan kompetensi profesi keinsinyuran (engineering)
yang baik saja, tetapi juga memiliki wawasan dan kepekaan terhadap segala
permasalahan yang ada di industri maupun masyarakat.
Guna mengantisipasi problematika industri
yang semakin luas dan kompleks, maka disiplin teknik industri telah menunjukkan
banyak perubahan maupun penyesuaian dengan arah perkembangan yang ada. Adanya
kehendak untuk meningkatkan produktivitas, kualitas, dan disisi lain harus
diikuti pula dengan keinginan untuk menekan biaya produksi (costs reduction program)
serta waktu penyampaian barang (time delivery) secara tepat waktu merupakan
langkah-langkah strategis yang harus dipikirkan oleh profesi teknik industri
agar bisa meningkatkan daya saing perusahaan. Selain itu ruang lingkup pasar
tidak lagi harus bersaing di tingkat lokal (nasional) melainkan mengarah ke
tingkat persaingan pasar global. Perubahan tantangan yang dihadapi oleh dunia
industri jelas sekali juga akan membawa perubahan pada fungsi dan peran yang
harus bisa dimainkan oleh disiplin teknik industri. Kalau pada awalnya profesi
teknik industri secara tradisional mengurusi persoalan-persoalan di tingkat
pengendalian operasional (manajemen produksi) seperti perancangan-perancangan
tata-letak mesin, tata-cara kerja, sistem manusia-mesin (ergonomi) dan
penetapan standard-standard kerja; maka dalam beberapa dekade terakhir ini
profesi teknik industri lebih banyak dilibatkan untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan yang berkaitan dengan perencanaan strategis dan pengambilan
keputusan pada tingkat manajemen puncak. Persoalan yang dihadapi oleh profesi
teknik industri tidak lagi dibatasi dalam skala kecil (mikro) melainkan
berkembang ke skala besar (makro). Sebagai contoh kalau awalnya studi
pengukuran kerja lebih difokuskan ke skala stasiun kerja sekedar mendapatkan
standard-standard (waktu, output ataupun upah) kerja untuk merealisasikan
konsep “the fair day’s pay for the fair day’s work”; maka peran profesi teknik
industri modern belakangan ini banyak diperlukan untuk melakukan pengukuran
produktivitas dan kinerja makro organisasi-perusahaan guna menilai sehat
tidaknya kondisi industri tersebut.
Ditengah-tengah keterpurukan industri
nasional (baik yang bergerak di sektor manufaktur maupun jasa) didalam
menghadapi persaingan global; disiplin teknik industri sudah sepatutnya
mengambil peluang ini dengan menunjukkan letak keunggulan disiplin teknik
industri dibandingkan dengan disiplin keteknikan maupun keilmuan yang lain
untuk memberi solusi-solusi yang lebih cerdas. Tantangan maupun ancaman yang
menimpa industri nasional justru membuka peluang lebih besar bagi disiplin
teknik industri untuk melakukan penelitian-penelitian baik berupa penelitian
dasar (fundamental research), penelitian terapan (applied research), ataupun
penelitian tindakan/pesanan (action research). Cukup banyak kasus yang bisa
ditarik dari situasi dan kondisi yang terjadi di industri nasional yang memberi
banyak peluang bagi kita untuk mengaplikasikan semua “IE’s tools” yang kita
miliki guna memberikan analisa dan jawaban konkrit. Karakteristik disiplin
teknik industri yang menekankan model pendekatan sistemik, holistik, serta
komprehensif-integral akan sangat efektif untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan industri yang memiliki spektrum luas dari ranah mikro
(teknis-operasional) sampai ke makro (sosial-ekonomis-lingkungan).
Teknik Industri dalam Ruang
lingkup Hukum industri
Maka dari itu dalam perkembangan
teknologi saat ini di masa modernisasi , hokum industri tetap harus di junjung
tinggi agar keadilan konstitusional dan yudisial tetap ditegakan di Indonesia .
sehingga permasalahan yang ada dapat diselesaikan secara adil dan
seadil-adilnya. UU RI juga sudah mengatur banyak tentang perindustrian di Indonesia
berikut langkah penyelesaiannya . dalam perkembangan teknik industri yang
begitu pesat di masa modern ini tentunya hukum akan sangat penting untuk
ditegakkkan dan dijunjunjung tinggi.
“Succesful industrial
engineers must possess
the ability to communicate
effectively,for without it you
cannot sell your ideas. You
must be able to manage projects
and multiple tasks, for
without those skills you will be
less efficient and of less
use to your employer. You must be able to
observe others and
understand why they are doing what they do,
for without that change is
an uphill battle”
Referensi: